airmata clarissa


"Tidak semua yang kita inginkan akan selalu terwujud"
Itulah kenyataan yang memang pahit dan membuat manusia selalu lupa akan apa yang telah diberikan Tuhan. Rasa tidak puas diri dan selalu serakah selalu menjadi sifat dasar manusia yang sulit dihilangkan.

Begitupun dengan Cinta~

Clarissa adalah seorang gadis manis dan selalu menjadi bunga yang harumnya menarik banyak kumbang. sudah sejak duduk di bangku SMU Clarissa berpacaran dengan Steven. sudah hampir 4th mereka bersama. Steven bangga memiliki kekasih yang cantik dan selalu menjadi pusat perhatian semua orang. tapi terkadang Ia juga merasa gerah saat gadisnya dipandangi seribu tatapan mata serigala yang siap menelannya. pesona yang dimiliki Clarissa terkadang membuat Steven lelah.

Steven sesosok pria yang biasa - biasa saja. lahir dari keluarga biasa, juga memiliki wajah yang biasa - biasa saja. Ia merupakan orang yang sabar dalam menghadapi Clarissa.
Gadis yang Ia cintai memang sedikit manja dan keras kepala. Namun Steven tetap tahan menghadapinya.
"Wanginya" Clarissa ternyata membuai banyak pria yang lebih menarik dari kekasihnya.
Clarissa terkadang lupa diri. Ia telah memiliki Steven. Walaupun hatinya tidak pernah berubah, tetapi sikap Clarissa sering membuat Steven terluka. Ia hanya tidak ingin gadisnya terlalu sering menanggapi kumbang lain yang ingin mendekati Bunga hatinya.
Steven selalu mengalah dan percaya pada Clarissa.

Namun kali ini sepertinya kesabaran yang dimilikinya telah habis.
Clarissa yang dicintainya mulai sedikit berubah. ketakutan Steven akan kehilangan belahan jiwanya membuat dirinya sedikit mengekang Clarissa. Clarissa yang terbiasa bebas pun akhirnya mulai menunjukan sikap berontak pada kekasihnya.

"Radit cm tetangga sebelah rumahku sayank!, kenapa sih kamu cemburu banget aku deket-deket sama dia??"
Clarissa berbicara dengan suara lantang. Ia kesal jika Steven mulai mengungkit-ungkit kedekatannya dengan Radit.
"Iya Rissa, aku tau Radit tetangga kamu. tapi ga perlu kan seorang tetangga menunjukan rasa terimakasih dengan pelukan dan ciuman di pipi??? apa itu perlu???"

Steven masih berbicara dengan nada datar, rasa kesalnya tidak pernah ingin Ia tunjukan kepada wajah tanpa dosa di hadapannya.
"Kamu kadang-kadang norak deh..., memang ga boleh klo temen nunjukin rasa perhatiannya dengan ciuman dan pelukan di pipi???, kamu kadang-kadang kaya jaman dulu... kolot banget sih?!"

Clarissa mendengus kesal. Ia menunjukan rasa dongkolnya pada Steven. Ia menganggap steven terlalu kekanak-kanakan dan cemburuan.

Steven terdiam sebentar, lalu mulai menatap Clarissa. Ia menghela napas pelan.
"Rissa sayank..., maaf aku terlalu takut untuk kehilangan kamu. aku ga pernah mau liat wajah kamu ditekuk-tekuk seperti itu. aku ga sanggup liat senyumanmu hilang..."

wajah Clarissa mulai berubah. kata-kata Steven membuat hatinya luluh. pelan-pelan Ia tersenyum. wajahnya sedikit merona. "Aku ga akan pernah ninggalin kamu..., Rissa kan sayank Steven...", Clarissa memeluk tubuh kekasihnya erat. Ia merasa bingung. sebetulnya Ia mulai sedikit bosan dengan Steven. memiliki kekasih yang selalu betekuk lutut di hadapannya membuat Ia menjadi jengah.
Namun Ia tidak ingin menyakiti hati Steven. Clarissa mencoba menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan pada Steven bahwa Ia sudah resmi menjadi kekasih Radit.

"yank, kenapa ngelamun...", Radit membuyarkan lamunan Clarissa. "Uhm... gpp, aku cuma sedikit cape...", Radit memeluk tubuh Clarissa dari belakang. kemudian mencium rambut Clarissa yang panjang sepinggang.
Tak lama Radit mulai berbicara lagi. "Kamu udah ngomong sama Steven soal kita?" Ujarnya membuat Clarissa tersentak. Ia menjadi gugup dan gelisah. "uhm... itu..., belum yank... Aku belum ketemu Steven lagi. dia masih sibuk sama kuliahnya. belum bisa ketemu Aku" ujar Clarissa sambil menunduk.
"Masa udah hampir 2 bulan jalan belum ada omongan apa-apa?, Kamu ga bisa ngomong sama dia??, biar Aku aja deh nanti yang bilang..." Radit terlihat tidak sabar. Ia ingin cepat-cepat memiliki Clarissa seutuhnya. dengan cepat Clarissa menjawab "jangan!! biar Aku nanti yang bilang sama Steven. besok Aku sama Dia ketemu"
"Oya??, dimana??, Aku boleh ikut??" Radit terlihat antusias. Clarissa kembali tergagap. "Itu... uhm... di rumah, Kamu ga usah ikut. Aku ga mau sampe ada apa-apa nantinya"
Radit menatap Clarissa dalam-dalam. "yakin Kamu bisa ngomong sendiri sama Dia?, tapi ga pake lama kan??"
Clarissa Mengangguk pelan. Ia hanya sanggup menahan tangis didalam hatinya. Besok Ia akan berbicara pada Steven untuk terakhir kalinya.

Hari ini Clarissa bersiap-siap menunggu kedatangan Steven. Ia terlihat gugup. wajah manisnya sedikit tegang. beberapa kali Clarissa bolak-balik ke teras depan rumahnya menunggu pintu pagar rumahnya dibuka Steven. Tak lama Steven muncul didepan pintu rumahnya sambil membawa seikat bunga, dan sebuah bingkisan untuk Clarissa. "Hay Cantik... lagi ngelamunin apa??" Steven mengecup kening Clarissa dengan lembut. sedikit pelukan Ia lakukan untuk menghilangkan rasa rindunya pada Clarissa. 
"Emm... hay Steve... sini duduk..., Aku mau bicara sama kamu..." Clarissa melepaskan pelukan Steven dan menariknya untuk duduk disebelahnya.

"Kelihatannya serius..., ada apa?", Steven duduk sambil menaruh bucket bunga dan bingkisan yang Ia bawa dihadapan Clarissa. "apa ini Steve?, ada yang spesial?" Steven hanya tersenyum dan memainkan rambut gadis kesayangannya. "buatku yang spesial cuma kamu..." Ujarnya lembut. Clarissa semakin tertunduk.
"Gini Steve..." Clarissa mulai berbicara. "Uhm... mulai sekarang..." Ia menelan ludahnya. kata-kata yang sudah Ia siapkan tersangkut ditenggorokannya. Ia tidak sanggup menatap wajah Steven yang sudah lama memberikan hari-hari indah dan kenangan manis dihatinya. Air mata Clarissa mulai menetes. Steven terdiam dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia seperti telah mengetahui apa yang akan dikatakan kekasihnya. "apa Aku melakukan suatu kesalahan besar sehingga membuat air matamu menetes seperti itu..." Clarissa menggelengkan kepalanya. Ia semakin berat mengungkapkan isi hatinya. "apa Kamu ga suka sama bingkisan yang Aku bawa??" Clarissa menggeleng lagi. "bukan itu Steven...!!!" Clarissa memberanikan diri berbicara. tapi Ia tetap tidak mampu melihat wajah Steven.

"Aku mau kita pisah..., cukup sampai disini" Clarissa menarik napas panjang dan menghentikan tangisnya. kemudian Ia meninggalkan Steven di ruang tamu rumahnya. Steven hanya dapat terdiam. Ia tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. seluruh dunianya mendadak gelap. hatinya tiba-tiba kosong. Hari Ulang Tahunnya yang telah Ia persiapkan dengan matang untuk mengajak belahan hatinya menikmati langit sore di sebuah pantai yang telah Ia pesan, kini hanya menjadi hari terburuk dalam hidupnya. Steven tiba-tiba merasa bahwa Ia hanya bermimpi. tapi ini adalah kenyataan. Ia dapat merasakan remuk redam hatinya saat itu secara nyata.

Clarissa akhirnya membuka bingkisan yang Steven tinggalkan dimeja ruang tamu rumahnya. Ia tetap membukanya. dengan perasaan yang ikut hancur seperti kertas kado yang Ia buka dengan tidak sabar. sebuah permen coklat dan bingkai foto yang memajang foto dirinya dengan Steven. foto itu terlihat sudah lama. Clarissa memandangi foto yang Ia pegang lekat-lekat. foto itu diambil ketika Clarissa dan Steven baru memulai masa-masa indah mereka. senyuman Clarissa dan tatapan matanya. melukiskan bahwa Ia hanya tersenyum untuk Steven. Hanya Steven yang terlihat tidak pernah berubah.
Tatapan hangat dan cinta masih selalu Ia dapatkan dari Steven. Clarissa memeluk erat foto yang Ia pegang. Bingkisan coklat esukaannya Ia buka. Clarissa memakan coklat pemberian Steven dengan air mata yang menetes tanpa henti. bingkai foto berwarna hitam berukirkan tulisan "I always beside You" pun tetap berada dipelukannya.

Clarissa terhenyak setelah hampir setengah jam Ia menumpahkan kesedihannya. tiba-tiba Ia tersadar, Ia telah melakukan kesalahan besar. hari ini adalah hari Ulang Tahun Steven yang ke-20, bertepatan dengan hari jadi kasih mereka yang genap 4 tahun. Clarissa berlari keluar dan memacu mobilnya kencang menuju rumah Steven.
Ketika sampai alangkah terkejutnya Ia mendapati rumah Steven ramai dikunjungi orang.
Dadanya berdegup kencang saat memasuki halaman rumah Steven. bendera kuning terlihat menghiasi pagar rumah Steven.
Ia hanya dapat bertanya-tanya dalam hati siapakah keluarga Steven yang telah berpulang.
Saat berada didepan pintu rumah Steven. tiba-tiba Clarissa d tubruk sesosok gadis kecil yang bercucuran air mata. "Kak Rissaaaaa...., Mama baru mau telepon Kak Rissa " ujar gadis kecil itu pilu. Ia menumpahkan air matanya dipelukan Clarissa. puluhan pasang mata menatapnya. Ia masih terheran-heran sambil mencoba menenangkan Shasha adik dari mantan kekasihnya Steven.
"Sha... ada apa?? siapa yang meninggal???, mana Kak Steven??" Clarissa memeluk tubuh Shasha erat. gadis kecil itu masih tampak kesulitan berbicara. dengan terisak-isak Ia menarik tangan Clarissa perlahan menuju ruang keluarga.
Sungguh sebuah pemandangan yang tidak ingin dilihatnya. Kedua orang tua Steven tampak menghampiri Clarissa yang terduduk lemas.
Wajah tenang Steven dibalut kain kafan. tubuhnya ditempatkan disebuah peti yang terletak tepat dihadapannya.
Clarissa tak dapat berkata-kata. tiba-tiba semuanya gelap.
Ia hanya dapat mendengar jeritan Shasha dan Tante Vio, Ibu kandung Steven.

Satu minggu berlalu sejak kepergian Steven. Clarissa tetap tidak dapat menyembunyikan Kesedihan hatinya yang dalam. Ia terguncang dan tidak menyentuh makanan sedikitpun. hanya sedikit air yang masuk kedalam tubuhnya.
Ia tidak merasa lapar. saat ini yang Ia inginkan hanya kembali melihat senyuman orang yang paling Ia cintai. dan berada didalam dekapannya.
Rasa penyesalan yang selalu hinggap dalam hatinya membuat Ia kehilangan arah dan tujuan hidupnya.
Steven yang tepat merayakan hari bahagianya, Ia hancurkan dengan satu kalimat yang Ia lontarkan dengan tidak berperasaan.
Steven begitu terluka dan sedih sehingga tidak menyadari jika Ia tengah menyeberangi jalan yang ramai dan berhadapan dengan sebuah Truck yang sedang melaju kencang.
Steven terlambat dibawa ke RS.
Menurut pengakuan saksi mata yang ikut melayat ke rumah Steven. Steven hanya sempat menyebutkan satu kata sebelum menghembuskan nafas terakhirnya "Clarissa..."

0 komentar:

Posting Komentar